Setiap hari ataupun setiap
menit manusia manusia mengambil keputusan. Hal ini disebabkan sejak kecil
hingga meninggalkan dunia yang fana, manusia selalu dihadapkan pada bergbagai
kemungkinan pilihan untuk menjalankan kehidupannya, baik kehidupan dan
pekerjaan sehari-hari maupun dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.kemungkinan-kemungkinan pilihan itu harus dilakukan, bahkan memilih
untuk tidak bertindak apa pun sesungguhnya juga merupakan keputusan. Namun
sejumlah orang mengalami kesukaran dalam memilih alternatif dan sejumlah orang
lain mudah dalam memilih alternatif. Semua ini tergantung tidak saja kepada
pembuat keputusan, seperti tingkat kedewasaan, ketrampilan, dan pengetahuan,
tujuan yang hendak dicapai dan kemampuan meperkirakan resiko, tetapi juga jenis
permasalahan yang diputuskan, lingkungan sosial, dan tersedianya informasi yang
memadai mengenai objek keputusan tersebut.
Membuat keputusan berarti
memilih alternatif terbaik dari berbagai alternatif yang ada, sedangkan
alternatif-alternatif itu tidak selalu mengandung akibat-akibat positif. Dalam
menentukan apakah suatu alternatif sebagai yang terbaik dari alternatif lain, harus
ada patokannya. Yang dapat menjadi patokan dalam pengambilan keputusan politik,
misalnya ideologi dan konstitusi, undang-undang, ketersediaan anggaran, sumber
daya, efektifitas dan efisisiensi, etika dan moral yang hidup dalam masyarakat,
dan agama.
Alternatif keputusan
politik secara umum dibagi menjadi dua, yaitu proram-program perilaku untuk
mencapai tujuan masyarakat negara (kebijakan umum), dan orang-orang yang akan
menyelenggarakan kebijakan umum (pejabat pemerintah). Dengan demikian kebijakan
umum/publik merupakan bagian dari keputusan politik.
Menurut Chandler dan Plano
Kebijakan
publik merupakan pemanfaatan strategis terhadap sumber daya yang ada untuk
memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Menurutnya, kebijakan publik
merupakan bentuk intervensi negara untuk melindungi kepentingan masyarakat
(kelompok) yang kurang beruntung. Dari definisi Chandler dan Plano, kebijakan
publik masuk dalam lapis pemaknaan kebijakan publik sebagai intervensi dari pemerintah.
Optimalisasi kebijakan publik kemudian ada pada ranah sumber daya berupa sistem
dalam masyarakatnya, sehingga kebijakan publik akan menghasilkan output yang
berfungsi mensinergikan kebijakan tersebut.
Menurut Thomas R. Dye kebijakan publik adalah apapun
yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Dye
mengatakan bahwa bila pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu maka harus ada
tujuannya (objeknya) dan kebijakan publik itu meliputi semua tindakan
pemerintah" jadi bukan semata-mata merupakan pernyataan keinginan
pemerintah atau pejabat pemerintah saja. Disamping itu sesuatu yang tidak
dilaksanakan oleh pemerintah pun termasuk kebijaksanaan negara. Hal ini
disebabkan karena "sesuatu yang tidak dilakukan" oleh pemerintah akan
mempunyai pengaruh (dampak) yang sama besarnya dengan "sesuatu yang
dilakukan" oleh pemerintah.
Sedangkan menurut Anderson Kebijakan publik adalah
sebagai kebijakan kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat
pemerintah, dimana implikasi dari kebijakan tersebut adalah :
a) Kebijakan
publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan-tindakan yang
berorientasi pada tujuan.
b) Kebijakan
publik berisi tindakan-tindakan pemerintah.
c) Kebijakan
publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah jadi bukan
merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan.
d) Kebijakan
publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan tindakan
pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau bersifat negatif
dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu.
e) Kebijakan
pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan pada peraturan
perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa.
Definisi kebijakan publik menurut Anderson dapat
diklasifikasikan sebagai proses management, dimana didalamnya terdapat fase
serangkaian kerja pejabat publik. ketika pemerintah benar-benar berindak untuk
menyelesaikan persoalan di masyarakat. Definisi ini juga dapat diklasifikasikan
sebagai decision making ketika kebijakan publik yang diambil bisa bersifat
positif (tindakan pemerintah mengenai segal sesuatu masalah) atau negatif
(keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu).
Kebijakan publik harus diturunkan dalam serangkaian
petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang berlaku internal dalam birokrasi.
Sedangkan dari sisi masyarakat, yang penting adalah adanya suatu standar
pelayanan publik, yang menjabarkan pada masyarakat apa pelayanan yang menjadi
haknya, siapa yang bisa mendapatkannya, apa persyaratannnya, juga bagaimana
bentuk layanan itu. Hal ini akan mengikat pemerintah (negara) sebagai pemberi
layanan dan masyarakat sebagai penerima layanan.
Pada dasarnya pandangan mengenai kebijakan publik
dapat dibagi kedalam dua kategori, yaitu :
1. Pendapat
ahli yang menyamakan kebijakan publik sebagai tindakantindakan pemerintah.Semua
tindakan pemerintah dapat disebut sebagai kebijakan publik. Definisi ini dapat
diklasifikasikan sebagai decision making dimana tindakan-tindakan pemerintah
diartikan sebagai suatu kebijakan.
2. Pendapat
ahli yang memberikn perhatian khusus pada pelaksanaan kebijakan. Kategori ini
terbagi dalam dua kubu, yakni :
a) Mereka
yang memandang kebijakan publik sebagai keputusan-keputusan pemerintah yang
mempunyai tujuan dan maksud-maksud tertentu dan mereka yang menganggap
kebijakan publik sebagai memiliki akibat-akibat yang bisa diramalkan atau
dengan kata lain kebijakan publik adalah serangkaian instruksi dari para
pembuat keputusan kepada pelaksana kebijakan yang menjelaskan tujuan-tujuan dan
cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Definisi ini dapat diklasifikasikan
sebagai decision making oleh pemerintah dan dapat juga diklasifikasikan sebagai
interaksi negara dengan rakyatnya dalam mengatasi persoalan publik.
b) Kebijakan
publik terdiri dari rangkaian keputusan dan tindakan. Kebijakan publik sebagai
suatu hipotesis yang mengandung kondisi-kondisi awal dan akibat-akibat yang
bisa diramalkan (Presman dan Wildvsky). Definisi ini dapat diklasifikasikan
sebagai decision making dimana terdapat wewenang pemerintah didalamnya untuk
mengatasi suatu persoalan publik. Definisi ini juga dapat diklasifikasikan
sebagai intervensi antara negara terhadap rakyatnya ketika negara menerapkan
kebijakan pada suatu masyarakat
Kebijakan harus dibedakan dengan kebijaksanaan. Policy
diterjemahkan dengan kebijakan yang berbeda artinya dengan wisdom yang
artinya kebijaksanaan. Pengertian kebijaksanaan memerlukan pertimbangan
pertimbangan lebih jauh lagi, sedangkan kebijakan mencakup aturan-aturan yang
ada di dalamnya. Dapat dipetik pengertian, bahwa istilah “kebijaksanaan
(wisdom)” bersifat lebih mendasar (fundamental) dan justru “kebijaksanaan
(wisdom)” inilah yang menjadi dasar (fundamen) bagi penerapan kebijakan
(policy).
Untuk memahami berbagai definisi kebijakan publik,
ada baiknya jika kita membahas beberapa konsep kunci yang termuat dalam
kebijakan publik yaitu:
1) Tindakan
pemerintah yang berwenang. Kebijakan publik adalah tindakan yang dibuat dan
diimplementasikan oleh badan pernerintah yang merniliki kewenangan hukum,
politis dan finansial untuk melakukannya.
2) Sebuah
reaksi terhadap kebutuhan dan masalah dunia nyata. Kebijakan publik berusaha
merespon masalah atau kebutuhan kongkrit yang berkembang di masyarakat.
3) Seperangkat
tindakan yang berorientasi pada tujuan. Kebijakan publik biasanya bukanlah
Sebuah keputusan tunggal, melainkan terdiri dari beberapa pilihan tindakan atau
strategi yang dibuat untuk mencapai tujuan tertentu demi kepentingan orang
banyak.
4) Sebuah
keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kebijakan publik pada
umumnya merupakan tindakan kolektif untuk memecahkan masalah sosial kebijakan
publik bisa juga dirumuskan berdasarkan keyakinan bahwa masalah sosial akan
dapat dipecahkan oleh kerangka kebijakan yang sudah ada dan karenanya tidak
memerlukan tindakan.
5) Sebuah
justifikasi yang dibuat oleh seseorang atau beberapa orang aktor. Kebijakan
publik berisi sebuah pernyataan atau justifikasi terhadap langkah-langkah atau
rencana tindakan yang telah dirumuskan, bukan sebuah maksud atau janji yang
belum dirumuskan. Keputusan yang telah dirumuskan dalam kebijakan publik bisa
dibuat oleh sebuah badan pemerintah, maupun oleh beberapa perwakilan lembaga
pemerintah.
Merujuk
uraian definisi kebijakan publik diatas dapat dikatakan bahwa :
·
Kebijakan publik harus berorientasi
kepada kepentingan publik,
·
Kebijakan publik dibuat oleh pemerintah
yang berupa tindakan-tindakan pemerintah,
·
Kebijakan publik adalah tindakan
pemilihan alternatif untuk dilaksanakan atau tidak untuk dilaksanakan oleh
pemerintah demi kepentingan publik.
Jadi
idealnya suatu kebijakan publik adalah
1. Kebijakan
publik untuk dilaksanakan dalam bentuk rill, bukan untuk sekedar dinyatakan,
2. Kebijakan
publik untuk dilaksanakan atau tidak dilaksanakan karena didasarkan pada
kepentingan publik itu sendiri.
Pada
umumnya kebijakan dapat dibedakan atas empat bentuk, yaitu :
a. Kebijakan
Regulatif, yaitu kebijakan yang mengandung paksaan dan akan diterapkan secara
langsung terhadap indivdu. Biasanya kebijakan regulatif dibuat untuk mencegah
agar individu tidak melakukan suatu tindakan yang tak diperbolehkan seperti
undang-undang hukum pidana, undang-undang antimonopoli dan kompetisi yang tidak
sehat, dan berbagai ketentuan yang menyangkut keselamatan umum.. selain itu
kebijakan regulatif dibuat untuk memaksakan agar individu melakukan suatu
tindakan hingga kepentingan umum tidak terganggu seperti berbagai bentuk
perizinan dalam menggunakan hal-hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak
(public goods).
b. Kebijakan
redistributif, yaitu ditandai dengan adanya paksaan secara langsung kepada
warga negara, tetapi penerapannya melalui lingkungan. Pengenaan pajak secara
progresif kepada sejumlah orang termasuk kategori wajib pajak untuk memberikan
manfaat kepada orang lain melalui berbagai program pemerintah merupakan inti
kebijakan redistributif. Retribusi seperti tiket parkir bukan kebijakan
redistributif karena ia dikenakan secara sama kepada setiap orang yang
menggunakan fasilitas umum.
c. Kebijakan
Distributif, yaitu ditandai dengan pengenaan paksaan secara tidak langsung
(kemungkinan pengenaan paksaan fisik sangat jauh), tetapi kebijakan itu
diterapkan secara langsung terhadap individu. Individu dapat menarik manfaat
dari kebijakan itu, walaupun tidak dikenakan paksaan kepada individu untuk
menggunakannya. Dalam istilah yang lebih konkret, kebijakan distributuif
berarti penggunaan anggaran belanja negara atau daerah untuk memberikan manfaat
secara langsung kepada individu, seperti pendidikan dasar yang bebas biaya,
subsidi kepada sekolah lanjutan dan perguruan tinggi, subsidi energi bahan
bakar minyak, dan pemberian hak paten kepada individu yang berhasil menemukan
sesuatu yang baru.
d. Kebijakan
Konstituen, yaitu itandai dengan kemungkinan pengenaan paksaan fisik yang
sangat jauh, dan penerapan kebijakan itu secara langsung melalui lingkungan.
Walaupun tipe keempat ini merupakan kosekuensi logis dari ketiga tipe
sebelumnya, sebenarnya tipe ini merupakan kategori sisa (residual category)
yang mencakup tipe-tipe lain yang tidak dimasukkan kedalam ketiga tipe
sebelumnya. Kebijakan konstituen mencakup dua lingkup bidang garapan, yaitu
urusan keamanan nasional dan luar negri, dan berbagai dinas pelayanan
administrasi. Yang pertama mencakup pertahanan dan keamanan, badan intelejen,
ketertiban umum, diplomasi dan penerangan luar negri dari kementrian luar
negri. Yang kedua lebih bersifat administrasi negara, badan administrasi
kepegawaian negara, percetakan negara, biro statistik, pengkajian dan penerapan
teknologi dan pemetaan nasional.
Dikatakan kebijakan publik karena kepentingan yang
dilayani adalah kepentingan-kepentingan publik yang dinamakan juga public
interest. Maka yang aktif bekerja dalam hal ini ada beberapa lembaga publik
ataupun pejabat yang dinamakan public institution dan public apparatus. Oleh
karena itu untuk keberhasilan dan penyelenggaraan pelayanan kepentingan umum
ataupun pemecahan masalah-masalah publik dan pemerintah, maka harus ada
management (pengelolaan) yang dijalankan oleh lembaga-lembaga atau jabatan
resmi, secara tersistem dan terarah.
Management yang dilakukan oleh jabatan-jabatan resmi
itu disebut public management. Manajemen ini bertujuan melakukan pelayanan
(service) kepada masyarakat dalam pelayanan terhadap masyarakat itu disebut
public service.
Sehubungan dengan kebijakan publik menurut Chandler
dan Plano, pembuatan kebijakan seharusnya bersentuhan dengan masyarakat,
sehingga kepentingan masyarakat dapat tersentuh. Pemanfaatan sumber daya yang
ada dapat di gunakan semaksimal mungkin untuk dapat memecahkan masalah-masalah
publik dan pemerintah. Pola intervensi dari negara sangat di perbolehkan untuk
dapat memenuhi aspirasi masyarakat, namun hal yang di perhatiakan adalah
pemerintah sebagai wakil negara harus dapat menciptakan suasana yang damai agar
masyarakat tetap tenang.
Para pejabat negara dan seluruh aparatur
pemerintahan harus bersikap sebagai pelayan kepada masyarakat atau public
servant. Aparatur pemerintah yang melakukan pelayanan umum itu dikendalikan
melalui biro-biro, dimana sering dinamakan kelempok birokrat dan ini disebut
public bureaucracy.
Istilah publik menenjukan sifat-sifat yang umum dan
berarti bukan maslah-masalah pribadi (individual/privat). Harus dibedakan
antara state office atau public office (kantor/jabatan pemerintah) yang berbeda
dengan private office (kantor swasta). Di dalam rangka kegiatan dan tugas-tugas
pemerintahan itu kepentingan yang dihadapi dan ditanggulangi adalah kepentingan-kepentingan
masyarakat yakni public interest.
Jika suatu pemerintah negara melakukan pelayanan
dengan berorientasi kepada kepentingan publik maka yang harus dipikirkan oleh
pemerintah adalah how to serve the public, sehingga pemerintah itu bertindak sebagai
public servant (pelayan masyarakat) yang menyelenggarakan public service
(layanan publik).
Ada 3 (tiga) macam konotasi yang terkait
dengan istilah kebijakan publik, yaitu:
1)
Pemerintah,
2)
Masyarakat, dan
3)
Umum.
Ketiga konotasi tersebut tercermin dalam dimensi Subjek, Objek dan
Lingkungan dari kebijakan itu.
a. Dimensi pertama, yakni Subjek, ditandai oleh adanya kebijakan
dari Pemerintah,
b. Dimensi kedua, ialah lingkungan masyarakat yang dikenai oleh
kebijakan dari Pemerintah,
c. Dimensi ketiga, yakni Sifat .Umum. kebijakan itu menurut strata
atau tatanan berlakunya kebijakan. Misalnya Presiden membuat kebijakan umum, Menteri
merumuskan kebijakan yang bersifat pelaksanaan dan para eselon I dan II
menggariskan kebijakan yang bersifat teknis yang sering disebut Petunjuk
Pelaksanaan (Juklak), dan Petunjuk Teknis (Juknis).
Pada awal pembahasan kita telah di singgung bahwa
kebijakan publik merupakan bagian dari keputusan politik. Oleh karenanya
keputusan yang keluar dari proses politik bersifat mengikat dan dimaksudkan
untuk kebaikan bersama seluruh masyarakat. Dengan demikan, keputusan itu
bersifat mengikat, menyangkut dan memengaruhi masyarakt umum. Hal-hal yang
menyangkut dan memengaruhi masyarakat umum biasanya diurus dan diselenggarakan oleh lembaga-lembaga pemerintahan. Oleh
karena itu, keputusan politik dapat pula di[ahami sebagai pilihan terbaik dari
berbagai alternatif mengenai urusan-urusan yang menjadi kewenangan pemerintah.
Bidang-bidang kehidupan masyarakat yang menjadi
kewenangan pemerintah biasanya ditentukan secara umum dalam konstitusi atau
dalam undang-undang negara tersebut. Bidang-bidang kehidupan masyarakat yang
menjadi kewenangan pemerintah nasional di Amerika Serikat berbeda dengan
bidang-bidang kehidupan masyarakat yang menjadi kewenangan pemerintah nasional
Indonesia karena kedua negara ini memiliki sistem politik (sistem pemerintahan)
dan sistem ekonomi yang berbeda. Olahraga, keluarga berencana, pers di Amerika
bukan menjadi urusan dan tanggung jawab pemerintah melainkan urusan pribadi dan
tanggung jawab swasta. Kalau di Indonesia, semua urusan yang disebutkan itu
justru menjadi tanggung jawab pemerintah. Sebaliknya dalam negara totaliter
semua bidang kehidupan masyarakat menjadi urusan pemerintah.
Di samping itu, urusan yang menjadi lingkup
kewenangan pemerintah nasional dapat berbeda dengan urusan yang menjadi lingkup
kewenangan pemerintah daerah atau yang lebih rendah dibawahnya. Hal ini
berkaian denganperihal pembagian tugas dan kewenangan negara. Pembagian tugas
dan kewenangan ini ditentukan dengan sistem pemerintahan yang dianut negera
tersebut.
Apabila negara ini menganut sistem sentralisasi,
semua urusan yang ditetapkan dalam konstitusi sebagai urusan negara akan
menjadi urusan pemerintah pusat. Namun apabila pemerintah lokal diberi kewenangan
untuk mengurus rumah tangga sendiri (dengan urusan dan sumber keuangan sendiri)
sesuai dengan karakteristik daerahnya, negara itu menerapkan sistem
desentralisasi. Namun, apabila urusan itu sesungguhnya menjadi lingkup
kewenangan pemerintah pusat namun penyelenggaraannya diserahkan kepada
pemerintah lokal, negara itu menerapkan sistem dekonsentrasi. Jadi pembuatan
keputusan dapat berlangsung di pemerintah pusat, daerah atau tingkatan yang
lebih rendah.
Tiga unsur yang harus diperhatikan dalam proses
pembuatan keputusan, yaitu jumlah orang yang ikut dalam proses pembuatan
keputusan, yaitu jumlah orang yang ikut mengambil keputusan, peraturan
pembuatan keputusan atau formula pengambilan keputusan dan informasi.
Yang membuat keputusan dapat satu, dua, atau lebih,
bahkan jutaan orang. Pemilihan umum merupakan proses pengambilan keputusan
secara massal. Walaupun setiap pilihan bersifat individual, pemilihan umum
melibatkan berjuta-juta warga negara yang berhak memilih siapa pengambil
keputusan tentang siapa saja yang mengambil keputusan secara kolektif. Makin
banyak orang yang ikut serta dalam pengambilan keputusan, semakin besar ongkos
yang harus ditanggung.
Yang dimaksud peraturan pembuat keputusan ialah
ketentuan yang mengatur orang atau presentase orang yang harus memeberikan
persetujuan terhadap suatu alternatif keputusan agar dapat diterima dan
disahkan sebagai keputusan. Peraturan ini hanya diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan yang melibatkan banyak orang, baik secara kolektif maupun
massal. Peraturan atau formula pengambilan keputusan ini biasanya dirumuskan
dalam konstitusi atau pun undang-undang bagi negara, anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga bagi organisasi politik dan kemasyarakatan.
Formula pengambilan keputusan pada dasarnya dibagi
menjadi dua, yaitu mufakat (semua orang harus memberikan persetujuan) dan suara
terbanyak. Yang terakhir ini dapat dibagi tiga yaitu dua pertiga dari orang
yang mengambil keputusan, formula mayoritas (50%+1), dan formula pluralitas
(suara yang lebuh banyak).
Strategi yang akan ditempuh dalam proses pembuatan
keputusan akan sangat bergantung pada kelengkapan dan keakuratan informasi yang tersedia. Ketetapan pengambilan
keputusan, dalam arti mencapai sasaran yang jendak dituju, juga sangat
bergantung pada lengkap tidaknya dan
akurat tidaknya informasi yang tersedia pada pembuat keputusan. Fakta, data,
teori dan kecenderungan-kecenderungan dalam masyarakat merupakan bebrapa contoh
wujud informasi tersebut. Guna mendapatkan informasi yang lengkap dan akurat
ini tentu diperlukan usaha-usaha penelitian dan pengkajian yang memerlukan
tenaga ahli dan dana yang memadai. Jadi, untuk mendapatkan informasi yang
lengkap dan akurat pun memerlukan ongkos yang besar.
Dalam setiap pembuatan keputusan yang menyangkut
politik maupun bukan politik, terdapat suatu gejala yang sama bahwa makin
banyak pembuat keputusan (makin banyak orang yang harus memberikan persetujuan
terhadap suatu pilihan tertentu agar keputusan itu sah), makin sukar para
pembuat keputusan itu untuk mencapai kesepakatan.
Hal ini didasarkan pada asumsi dalam situasi normal
(bukan dalam situasi revolusi atau keadaan genting) setiap pembuat keputusan
selalu berusaha membuat keputusan yang menguntungkan diri atau golongannya,
setidak-tidaknya tak merugikan diri dan golongannya. Apabila yang berhak
membuat keputusan berjumlah 100 orang, di atas kertas ada 100 kepentingan yang
harus dipertimbangkan sehingga sukar bagi mereka untuk mencapai kata sepakat.
Kalau pada akhirnya tercapai konsensus, keputusan itu tak akan bersifat
mendasar dalam arti tidak akan menimbulkan perubahan besar dan menyeluruh.
Sebaliknya, makin sedikit oang yang harus memberikan
persetujuan terhadap suatu alternatif agar keputusan itu sah, makin mudah bagi
mereka untuk membuat keputusan. Biasanya pengaruh keputusan cenderung
menimbulkan perubahan yang besar dan menyeluruh. Hal ini disebabkan jumlah
kepentingan yang harus dipertimbangakan tak begitu banyak. Ditambah pula sukar
tidaknya mencapai kesepakatan tidak hanya ditentukan oleh jumlah pembuat
keputusan, tetapi juga mungkin faktor lain seperti kesediaan berkompromi dan
sifat permasalahan.
Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan adanya dua
bentuk keputusan politik (kebijakan umum) yang mempunyai ruang lingkup pengaruh
yang berbeda. Kebijkan umum yang mampu menimbulkan perubahan yang mendasar yang
menyeluruh disebut sebagai keputusan yang komprehensif. Sedangkan kebijakan umu
yang mampu menimbulkan permukaan pada permukaan dan pinggir-pinggir permasalahan
saja disebut sebagai keputusan yang bersifat marginal (incremental) atau
keputusan yang bersifat tambal-sulam.
Titik tolak dari pembahasan tentang proses, pola dan
teknik pengambilan keputusan adalah manusia, baik ia berperan selaku subjek
(pengambilan) keputusan maupun selaku objek (pelaksana) keputusan. Pendapat ini
memang sesuai dengan filsafat administrasi modern yang mengatakan bahwa manusia
merupakan unsur terpenting dalam setiap organisasi, apapun tujuannya,
bagaimanapun strukturnya, dan betapa beraneka ragam kegiatan-kegiatan yang
harus dilaksanakannya.
Seirama dengan pendapat diatas adalah aksioma
administrasi yang mengatakan bahwa tugas terpenting seorang pemimpin adalah
memimpin, satu aksioma yang mungkin bagi sementara orang kedengaran terlalu
sederhana. Akan tetapi yang kurang disadari oleh banyak orang ialah kenyataan
bahwa justru karena kesederhanan aksioma itulah mengapa ia sering dilupakan
bahkan dialpakan oleh orang-orang yang memimpin organisasi. Akibatnya, di dalam
praktek sering terdapat orang/sekelompok orang mempunyai kedudukan sebagai
pemimpin (presiden direktur, kepala direktur atau istilah apa pun yang
dipergunakan untuk menunjukan jabatannya), di dalam kenyataannya ia mengerjakan
kegiatan-kegiatan operasional yang mengakibatkan tidak mempunyai waktu untuk
melakukan tugas pokoknya, yaitu memimpin.
Konsekuensi dari tugas pokok memimpin itu ialah
bahwa sebagian besar waktu dari setiap pemimpin harus dipergunakannya untuk
mengambil keputusan. Dapat dikatakan bahwa sukses tidaknya seseorang
menjalankan peranannya sebagai pemimpin akan sangat tergantung bukan pada
ketrampilannya melakukan kegiatan-kegiatan operasional, akan tetapi akan
dinilai terutama dari kemampuanya mengambil keputusan.
Dengan demikian halnya, maka salah satu persyaratan
kepemimpinan yang perlu dipenuhi oleh setiap orang yang menduduki jabatan
pimpinan ialah keberanian untuk mengambil keputusan yng cepat, tepat, praktis
dan rasional dan memikul tanggung jawab atas akibat dan resiko yang timbul
sebagai konsekuensi daripada keputusan yang diambilnya. Keberanian tersebut
dapat timbul jika:
1. Pemimpin
mempunyai kemampuan analitis yang tinggi.
2. Pemimpin
mengetahuipengaruh dari faktor-faktor lingkungan dalam mana oraganisasi yang
dipimpinnya bergerak.
3. Secara
teknis mengetahui apa yang hendak dicapai oleh organisasi yang dipimpinya.
4. Pemimpin
yang bersangkutan memiliki pengetahuan yang mendalam tentang dirinya sendiri,
kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahannya, termasuk di dalam kemampuan dan
kemauan belajar terus-menerus.
5. Pemimpin
mendalami tentang tindak-tanduk bawahannya, karena dalam rangka kepemimpinan
tindak-tanduk bawahan itu sangat besar pengaruhnya dalam berhasil-tidaknya
suatu organisasi mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Keberadaan peraturan kebijakan umum tidak dapat
dilepaskan dari kewenangan bebas dari pemerintah yang sering disebut dengan
istilah Freies Ermessen. Secara
bahasa freis ermessen berasal dari kata frei yang artinya bebas, lepas, tidak
terikat, dan merdeka. Freies artinya orang yang bebas, tidak terikat, dan
merdeka. Sementara itu, ermessen berarti mempertimbangkan, menilai, menduga dan
memperkirakan. Freies ermessen berarti orang yang memiliki kebebasan untuk
menilai, menduga, dan mempertimbangkan sesuatu. Istilah ini kemudian secara
khas digunakan dalam bidang pemerintahan sehingga freies ermessen diartikan
sebagai salah satu sarana yang memberikan ruang bergerak bagi pejabat atau
badan-badan administrasi negara untuk melakukan tindakan tanpa harus terikat
sepenuhnya pada undang-undang.
Meskipun pemberian freies ermessen kepada pemerintah
merupakan konsekuensi logis dari konsep welfare state, tetapi dalam kerangka
negara hukum, freies ermessen ini tidak dapat digunakan tanpa batas. Atas dasar
itu Sjachran Basah mengemukakan unsur-unsur freies ermessen dalam suatu negara
hukum, yaitu:
a) Ditujukan
untuk menjalankan tugas-tugas servis publik
b) Merupakan
sikap tindak yang aktif dari administrasi negara
c) Sikap
tindak itu dimungkinkan oleh hukum
d) Sikap
tindak itu diambil atas inisiatif sendiri
e) Sikap
tindak itu dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan penting yang
timbul secara tiba-tiba
f) Sikap
tindak itu dapat dipertanggung jawabkan baik secara moral kepada Tuhan Yang
Maha Esa maupun secara hukum.
Freies ermessen ini muncul sebagai alternatif untuk
mengisi kekurangan dan kelemahan didalam penerapan asas legalitas. Bagi negara
yang bersifat welfare state, asas legalitas saja tidak cukup untuk dapat
berperan secara maksimal dalam melayani kepentingan masyarakat, yang berkembang
pesat sejalan dengan perkembangan ilmu
dan teknologi.
Meskipun kepada pemerintah diberikan kewenangan
bebas atau freies ermessen, dalam suatu negara hukum penggunaan freies ermessen
ini harus dalam batas-batas yang dimungkinkan oleh hukum yang berlaku.
penggunaan freies ermessen tidak boleh bertentangan dengan hukum yang berlaku
baik hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis. Menurut Muchsan pembatasan
penggunaan freies ermessen adalah sebagai berikut.
a) Penggunaan
freies ermessen tidak boleh bertentangan dengan sistem hukum yang berlaku
(kaidah hukum positif).
b) Penggunaan
freies ermessen hanya ditujukan demi kepentingan umum.
Dalam ilmu hukum administrasi, freies ermessen ini
diberikan hanya kepada pemerintah atau administrasi negara baik, untuk
melakukan tindakan-tindakan biasa maupun tindakan hukum, dan ketika freies
ermessen ini diwujudkan dalam instrumen yuridis yang tertulis, jadilah ia
sebagai peraturan kebijaksanaan. Sebagai sesuatu yang lahir dari freies
ermessen dan hanya diberikan kepada pemerintah atau administrasi negara,
kewenangan pembuat peraturan kebijaksanaan itu inheren pada pemerintahan.
Di semua negara, baik di Amerika, Eropa, Asia dan
Australia, begitu juga Indonesia, UUD (konstitusi) menjadi rujukan utama, baik
dalam rangka perumusan kebijakan maupun dalam rangka pembuatan peraturan hukum.
Sikap dan kebijakan yang demikian di tempuh karena
berpegang pada prinsip hidup secara konstitusional. Jika sikap dan kebijakan
yang demikian di pegang teguh secara konsekuen, maka besar harapan disiplin
harapan akan tegak dan berlaku efektif di semua lini dan level kekuasaan.
Sebaliknya, jika terjadi penyimpangan maka akibatnya visi dan tujuan bernegara
yang tercantum dalam UUD (Undang-Undang Dasar) itupun tidak akan tercapai, dan
dalam situasi kerawanan dan kerapuhan yang demikian, sangat mudah terjadinya
intervensi dari negara lain, baik intervensi melalui garis kebijakan maupun
melalui perundang-undangan.
Itu sebabnya dalam “bahasa politik” sering dikatakan
bahwa, bagaimanapun besar dan luasnya kekayaan alam tanah air yang dimiliki,
kalau tidak mempunyai modal dalam arti dana dan peralatan, serta IPTEK dan
manajemen yang rapi dan berdisiplin teguh, kekayaan alam tanah air iru akhirnya
akan dikuasai dan dikuras oleh negara maju yang berteknologi canggih dengan
modal yang cukup besar, dan disiplin kerja yang baik, dan tersistem dengan
teratur.
Sungguh besar jasa kenegarawan para founding fathers
yang merumuskan “pembukaan UUD 1945” yang mewariskan kepada kita amanat politik
berupa patokan konstitusional di alinea ke-II yang berbunyi sebagai berikut:
“Dan
prjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah pada saat yang
berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu
gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil
dan makmur”.
Di sini mereka menjelaskan model dan format negara
yang diidam-idamkan itu, yakni “negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil
dan makmur”.
DAFTAR PUSTAKA
HR, Ridwan. 2006. Hukum Administrasi Negara.
Jakarta: Rajawali Pers.
Lubis,
Solly M. 2014. Politik Hukum dan Kebijakan Publik (Legal Policy and Public
Policy). Bandung: Mandar Maju.
Siagian, Sondang P. 1986. Filsafat Administrasi.
Jakarta: Gunung Agung.
Surbakti, Ramlan. 2010. Memahami Ilmu Politik.
Jakarta: 2010.
Undang-Undang
Dasar 1945 dan Garis-Garis Besar Haluan Negara. 2013. Grahamedia
BIOGRAFI TOKOH
Jack C.
Plano lahir dari Minna dan Victor Plano di Merrill,
WI. Ia menerima pelatihan bisnis di Merrill Community College pada tahun 1940,
dan bergabung dengan Angkatan Darat AS di Corps of Engineers. Plano
meninggalkan tentara pada tahun 1945 dan memperoleh gelar BA di Ripon College
pada tahun 1949. Pada tahun 1950 dan 1954 ia memperoleh gelar MA dan PhD
berturut-turut dalam hubungan internasional. Dari 1953-1987 ia menjabat sebagai
profesor di departemen Ilmu Politik di Western Michigan University, mengajar
kursus dalam hubungan internasional, organisasi internasional, dan kebijakan
luar negeri Amerika pada kedua tingkat sarjana dan pascasarjana. Pada tahun
1962 ia ikut menulis tipe baru ensiklopedia-kamus, The American Dictionary
Politik yang telah diadopsi secara luas sebagai teks tambahan untuk kursus
dasar dalam pemerintahan Amerika. Pada saat kematian Plano itu, buku ini telah
melalui sebelas edisi. Karena keberhasilan kamus pertamanya, Plano turut
menulis serangkaian kamus politik dengan rekan-rekannya dan pada tahun 1980
terpilih sebagai editor seri untuk ABC-Clio Kamus Ilmu Politik. Plano tertutup
topik yang berkaitan dengan hubungan internasional, ilmu politik, analisis
politik, Amerika Latin, dan pemerintah Soviet dan Eropa Timur dan politik. Pada
tahun 1971, Plano diundang ke Universitas Sussex untuk kuliah dan melakukan
penelitian, dan di samping itu ia menyajikan makalah tentang pencemaran laut
dan dasar laut masalah bagi Institut untuk Studi Organisasi Internasional. Dia
telah menerbitkan sejumlah monograf, dan pada tahun 1974 mendirikan Isu Baru
Tekan of Western Michigan University dan menjabat sebagai editor
press-mengelola sampai pensiun. Plano menerima beberapa penghargaan, termasuk
penerima yang pertama dari Outstanding Emeritus Scholar Award di Western
Michigan University. Selama pensiun, Plano menerbitkan serangkaian memoar yang
berkaitan dengan pengalaman hidupnya. Dia meninggal pada tahun 2007 dan
meninggalkan seorang istri, Ellen, dan anak-anaknya Jay, Gregory, dan Vicki.
DR. Ralph Chandler, Lahir Maret 1934 di DeFuniak Springs, Florida. Dia bersekolah di sekolah umum di Pensacola, Florida, dan lulus dari
Universitas Stetson di DeLand, Florida, pada tahun 1956. Ia menjabat empat
tahun di Angkatan Laut Amerika Serikat, kemudian menambahkan empat gelar
sarjana pendidikan formal. Dia meraih gelar MA di bidang Ilmu Politik dari
Rutgers University di tahun 1962, BD Etika dari Union Theological Seminary pada
tahun 1965, sebuah Th.M. Etika dari Princeton Theological Seminary pada tahun
1966, dan Ph.D. Hukum Umum dan Pemerintah dari Columbia University pada tahun
1970. Selama tahun 1960, Chandler juga bekerja untuk pemerintah federal di
Washington DC dan sebagai Sekretaris Urusan Internasional Gereja
Presbyterian Serikat. DR. Chandler ditabiskan
menteri oleh Gereja Presbyterian (USA) pada tahun 1966. Ia menjabat dalam berbagai kapasitas selama lebih dari 40 tahun.
DR.
Chandler memimpin kehidupan yang sangat
menarik dan berwarna-warni. Di antara banyak pengalamannya adalah tugasnya
sebagai seorang perwira senjata anti-kapal selam di USS Gearing (DD 710). Dia
bertemu dengan Jenderal Eisenhower saat menjalankan Kongres pada tahun 1966.
Dia memimpin sekelompok presiden kelas SMA ke Red China pada tahun 1972 untuk
menunjukkan niat baik, sebuah prestasi yang menyebabkan pekerjaan Ralph dengan
Ross Perot di Amerika. Akibatnya, Ia membuat
beberapa perjalanan ke luar negeri untuk meningkatkan kehidupan para tawanan perang di
Vietnam Utara.
Karir
dalam mengajar dan menulis, DR. Chandler
dimulai pada tahun 1970 ketika ia kembali ke kampung halamannya untuk mengajar
kebijakan keamanan nasional di Universitas baru West Florida di Pensacola. Pada
tahun 1977, ia pindah ke Western Michigan University di Kalamazoo, di mana ia
mengajar mata kuliah administrasi publik dan hukum konstitusional. Dia menulis,
dan
editor banyak
buku dan memberikan kontribusi lebih dari 35 bab ilmiah atau artikel untuk buku
profesional, jurnal akademik, dan ensiklopedi. Dr Chandler adalah komentator
publik, penyair dan fotografer, selain kepentingan profesionalnya.
DR.
Chandler meninggalkan seorang istri yang berusia 48 tahun, Nancy Lynn Mott, dan tujuh
anak, Rebecca Susan McCauley dari Northampton, MA, Kathleen McCauley Hynes dari Hagerstown,
MD, Eli John dari Pensacola, FL, William Jeffrey dari St.Clair
Shores, MI, Roger Clark dari New York, NY, Kathryn Lynn McFarlen Kalamazoo, MI
dan Edith Chandler Robertson dari Aliso Viejo, CA; dan tujuh cucu, Emily Hynes
Samuels dari Sacramento, CA dan Mary Hynes dari Hagerstown, MD, Ian Malcolm,
Olivia Lynn dan Kyle Chandler Robertson dari Aliso Viejo, CA dan Elizabeth Lynn
dan Joseph Clark McFarlen Kalamazoo. Dia juga memiliki banyak siswa berbakat
selama bertahun-tahun yang hidupnya ia menyentuh dan yang menyentuh
hidupnya kembali. Sebuah upacara peringatan akan diadakan di
Gereja First Presbyterian, Kalamazoo, MI, Rabu 21 Maret di 02:00. Hadiah
memorial dapat dilakukan dengan Diabetes Association of America Amerika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar